Postingan ini bukanlah resensi sebuah film, melainkan sebuah kontemplasi mengenai persaingan kualitas yang kini mulai melebar ke arah persaingan antara manusia dengan mesin. Melanjutkan pembahasan pada postingan sebelumnya di bawah, timbul sebuah pemikiran – jika pada zaman dahulu manusia begitu takut terhadap keberadaan mesin industri, mengapa sekarang kita tidak takut lagi ? Dan mengapa sekarang peradaban manusia masih ada ?
Jawaban dari pertanyaan itu tidak lain adalah karena kita selaku manusia juga pasti akan berkembang. Rasa pesimistis hanya dimiliki oleh orang-orang yang kalah. Dan jawaban ini juga setidaknya akan memberikan gambaran mengenai eksistensi manusia dalam menghadapi tahap kecerdasan para mesin. Peranan-peranan manusia seperti yang diilustrasikankan pada Gambar 2 di atas – seperti pemroses informasi, pemroses pengetahuan, dan pengambil keputusan – itu tidak muncul begitu saja sebelum dan pada saat revolusi industri berlangsung berabad-abad yang lalu. Peranan-peranan tersebut diciptakan oleh manusia sendiri untuk mempertahankan peradaban.
Jadi, jangan cemas terhadap perkembangan sistem komputer yang mulai mengancam kedudukan manusia – karena jika komputer sudah mampu mengambil keputusan sendiri tanpa campur tangan manusia, itu berarti satu hal : telah terjadi mekanisasi pengetahuan! Suatu kondisi yang nyaris serupa dengan mekanisasi fisik yang mampu dibuat oleh mesin-mesin industri berabad-abad yang lalu. Dan kita selaku manusia, tentunya juga akan terus berkembang sehingga menemukan peranan-peranan baru buat kita setelah semua peran vital yang ada sekarang di-alih-tugas-kan ke sistem komputer. Bagaimanapun, hingga saat ini, walaupun komputer sudah dapat dikatakan memiliki kecerdasan sendiri – namun komputer masih belum memiliki satu hal penting yang membuat peradaban manusia bisa bertahan sejak zaman pra-sejarah hingga sekarang : naluri, – naluri untuk mempertahankan diri. Itulah yang membuat kita berkembang dari peradaban-ke-peradaban.
0 comments:
Posting Komentar